Rabu, 16 Januari 2013

Suku Bonai


Suku Bonai
Suku Bonai, adalah satu suku yang masih mempertahankan hidup terasing di pedalaman provinsi Riau. Suku Bonai bermukim di kabupaten Rokan Hulu di pesisir sungai Rokan Kiri, sebagian kecil terdapat juga di sekitar sungai Rokan Kanan.

Konon nama Bonai berasal dari kata Manai dari bahasa Bonai, yang Manai yang kalau diartikan kira-kira berarti "pemalas". Tidak diketahui apakah arti ini ada hubungannya dengan identitas Bonai ini. Sedangkan pendapat lain mengatakan istilah Bonai karena di wilayah pemukiman suku Bonai ini pada masa lalu banyak ditumbuhi pohon Bonai (sejenis pohon ukuran menengah (tidak lebih dari 4 meter), berdaun kecil-kecil, buah bulat-bulat berwarna kemerahan, berwarna hitam bila masak, rasanya agak asam. Buah bonai ini merupakan bahan baku masakan ikan, dimasak dengan air secukupnya dan dijadikan kuah ikan, dengan rasa kuah asam.

Urang Bonai (orang Bonai) di Rokan Kiri sangat memegang tradisi yang datang dari daerah Bonai “kampong nonom” (kampung yang enam).



Asal usul suku Bonai sendiri tidak diketahui secara pasti, karena yang tertinggal hanya beberapa cerita rakyat di kalangan mereka sendiri.
Konon pada masa lalu ada dua orang Sultan bernama Sutan Harimau dan Jangguik yang berasal dari Tapanuli Selatan dikarenakan pemanggilan Sultan diubah menjadi Sutan, Pada saat Sutan Harimau menjumpai kampung-kampung yang enam tersebut dihantarkanlah satu orang setiap kampung yang sudah dihuni sebelumnya oleh orang Sakai. Kampung enam tersebut adalah 1. Bonai atau disebut juga Kampung Nogori, 2. Sontang, 3. Torusan Puyuh, 4. Titian Gadiang, 5. Toluk Sono (Kasang Mungkai), 6. Sungai Murai (Muaro Dilam) (sekarang termasuk ke dalam kecamatan Bonai Darussalam). 

Lalu ke 6 kampung ini pun berkembang setelah kehadiran Sutan Harimau. Keturunan kampung nonom tersebut ada yang merantau hingga ke kalimantan dan diperkirakan ke Brunai Darussalam sekarang, menurut cerita turun temurun nama Brunai darussalam berasal dari Bonai Darussalam berdasarkan daerah asal orang Bonai.

Suku Bonai yang dibawa oleh Sultan Harimau dan Janggui tadinya diperkirakan telah beragama Islam, namun dari beberapa penutur diperkuat dari cerita yang disampaikan T. Khairulzaman, nenek moyang mereka ini adalah dari suku Sakai-Bonai yang menempati daerah sekitar pedalaman Tanjung Pauh, dan antara Toluk Sono dan Sontang, mereka ini tidak mau memeluk Islam. Pertama mereka masuk melalui daerah Deo Limbuk, sebelumnya mereka memasuki daerah ini sesuai cerita asal usul nama Ulak Patian. Daerah Deo Limbuk terletak 3 km dari Ulak Patian sekarang, merupakan daerah dataran tinggi namun bisa terendam banjir pada saat air dalam.

Urang Bonai (orang Bonai) di Ulak Patian
Asal-Usul suku Bonai di Ulak Patian berasal dari kampong nonom di Rokan Kiri kecamatan Bonai Darussalam. Masyarakat suku Bonai di sana mengatakan, bahwa mereka berasal dari Bonai Onom Batin dari kampung Titian Gadiang, sei. Murai dan Rao-rao (kampung letaknya kualo sako) datang secara berkelompok sekitar tahun 1935 dengan mendaulatkan seorang Bogodang bernama Mudo Kacak, mereka ini adalah suku Bonai yang belum beragama Islam.

Suku Bonai berada dalam budaya dan tradisi Islam suku Melayu, yang akhirnya membawa mereka memeluk agama Islam. Sehingga saat ini hampir secara mayoritas masyarakat suku Bonai telah memeluk agama Islam. Walaupun begitu beberapa tradisi adat lama mereka, masih tetap dipertahankan.
Beberapa tradisi dan budaya suku Bonai, adalah :
  • Tari Buong Kwayang, tari pengobatan tradisional yang dikemas dalam tari tradisional, tari ini telah menyerap syair bernuansa Islam (syair pembuka; salamualaikum sibolah kanan, salamualaikum sibolah kiri)
  • Cegak, (awang-awang, selesai, baju), semacam tarian dalam acara perhelatan perkawinan dan hari besar lainnya, di mana beberapa orang membaluti tubuhnya dengan latah (sampah daun) daun pisang kering, lalu menari-nari yang diiringi oleh musik Gondang Borogong.
  • Tahan Kuli, sejenis acara adat (mirip debus) yaitu melukai diri tanpa bekas
  • Lukah Gilo, lukah yang menggila yang dipegang oleh beberapa orang.
  • Tahan Kulik, adalah penyaluran kebatinan bodeo dalam tradisi Islam (Silek Bangkik, Silek 21 hari dan Jonkobet).
  • Koba,

Makanan khas Urang Bonai Ulak Patian, adalah:
  • Anyang Kalu, ikan kalu yang di iris-iris tubuhnya dan dicelupkan sesaat dalam air yang mendidih, lalu di peraskan kulit kayu bintungan yang sudah ditokok (rasanya kolek), lalu digiling spodeh, cabe, dan disiram dengan asam limau, boleh dioleskan ke ikan dan boleh tidak.
Makanan ini adalah khas Ulak Patian, dahulu dijadikan hidangan penyambut tamu terhormat.

Setelah masuknya agama Islam ke dalam masyarakat suku Bonai, maka sebagian dari mereka pecah masuk menjadi beberapa suku yang diakui oleh kerapatan adat Luhak kepenuhan, yaitu
  • Suku Molayu Panjang,
  • Suku Molayu Bosa,
  • Suku Kandangkopuh,
  • Suku Bono Ampu,
  • Suku Kuti,
  • Suku Moniliang
Adat Perkawinan umumnya seperti yang dilakukan oleh adat-istiadat Luhak Kepenuhan, sedikit-sedikit membawa cara Bodeo, hanya sebagai tambahan dan pelengkap perayaan perkawinan. 


Masyarakat suku Bonai berbicara dalam bahasa Bonai, yang menurut para ahli bahasa dikelompokkan ke dalam Rumpun Bahasa Melayu. Bahasa Bonai sekilas mirip dengan bahasa Melayu, tetapi beberapa perbendaharaan kata juga mirip dengan bahasa Batak Mandailing dan bahasa Minangkabau.

Saat ini kehidupan masyarakat suku Bonai sebenarnya telah banyak mengalami kemajuan dalam berbagai sektor, seperti pendidikan dan kesehatan, tetapi di beberapa desa masih dalam kondisi kurang layak. Kehidupan sehari-hari masyarakat suku Bonai, sebagian mencoba berprofesi sebagai petani di ladang, dan bercocok-tanam sayur-sayuran serta buah-buahan. Beberapa hewan ternak juga menjadi pilihan mereka untuk menambah penghasilan mereka.

Sumber: http://protomalayans.blogspot.com/2012/08/suku-bonai.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar